gambar

gambar

Jumat, 19 Januari 2018

             Syndrom Pembawa Maut
Mengenal Dandy Walker Syndrome sebagai
                                                   Pencegahan Kematian Bayi

       Sehat merupakan suatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia karenanya dapat menunjang setiap aktivitas. Kesehatan meliputi fisik dan non fisik, sehat tidak berarti harus memiliki fisik yang sempurna. Banyak orang memiliki fisik yang sempurna namun tetap mengalami sakit dan orang yang memiliki fisik kurang sempurna justru memiliki kesehatan yang baik. Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dandy Walker Syndrome (DWS) merupakan penyakit yang menyerang otak kecil manusia atau kelainan bawaan otak, melibatkan otak kecil (daerah di belakang otak yang mengontrol gerakan) dan ruangan berisi cairan di sekitarnya. DWS dikatakan juga berhubungan dengan atresia dari foramen magendie dan Luschka. Kelainan ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1914 oleh Dandy dan Blackfan.1,2
Insiden DWS di Amerika Serikat adalah 1 kasus per 25,000-35,000 kelahiran hidup, Dandy-Walker Syndrome menyumbang sekitar 1-4% kasus hidrosefalus. Insiden menurut jenis kelamin yang memiliki DWS adalah sekitar 40% perempuan dan 60% laki-laki. Sedangkan untuk angka kejadian kasus ini di Indonesia belum ada data yang pasti.1
Adam Fabumi merupakan salah satu contoh bayi yang terkena syndrom DW di Indonesia. Karena penyakitnya jarang diderita oleh banyak orang maka pencegahan dan penanganan penderita dirasa sulit, kalaupun dapat tertolong keadannya jauh dari kata normal karena adanya cacat bawaan. Berangkat dari peristiwa inilah yang membuat hati saya tergerak untuk membuat tulisan dengan tujuan mengenalkan penyakit  DWS kepada para orang tua sebagai pemenuhan kesehatan masyarakat dalam tujuan Suistainable Development Goals (SDGs) 2015-2030.
Sebagian besar kasus Dandy Walker Syndrome penyebabnya tidak diketahui secara pasti, meskipun ada beberapa kasus diketahui akibat resesif autosomal gen. Autosomal resesif adalah gen abnormal pada salah satu kromosom autosomal dari setiap orang tua. Sindrom ini paling sering bawaan ( hadir sejak lahir ) tetapi dapat diperoleh akibat infeksi, bahan kimia dan faktor pre-birth lainnya. DWS dihasilkan dari kromosom anomali atau faktor lingkungan.3 Faktor lingkungan yang terkait mencakup paparan trimester pertama:
·         Rubella atau campak yang dapat ditandai dengan warna ruam merah pada kulit. Biasanya menyerang remaja dan anak-anak.
·         cytomegalovirus (jenis virus herpes yang dapat melewati plasenta dan menginfeksi bayi yang belum lahir)
·         toksoplasmosis (penyakit umum yang terjadi di seluruh dunia pada kebanyakan burung dan mamalia berdarah panas , termasuk manusia . Hal ini disebabkan oleh infeksi toxoplasma gondii, salah satu parasit dunia yang paling umum, yang terkandung dalam daging setengah matang, daging mentah, kotoran kucing dan setiap tanah atau kotoran kucing yang terkontaminasi dengan kotoran kucing yang terinfeksi)
·         Warfarin (antikoagulan).
·         Alkohol
Dalam memastikan bahwa kehamilan seorang ibu terbebas dari Syndrom DW harus dilakukan pemeriksaan sejak dini. Jika ibu merasa terjadi keanehan terutama dalam “Trimester Pertama”  maka segera periksakan ke dokter untuk mengonsultasikan lebih lanjut sehingga calon orang tua mengetahui secara pasti bahwa bukan penyakit Syndrome DW yang menyerang. Memang sangat sulit untuk mengetahui bahwa betul-betul terkena syndrome, karena dari beberapa kasus yang telah terjadi para ibu tidak merasakan apapun. Namun, dapat kita ketahui ciri-ciri lainnya yaitu bayi memiliki bobot yang kecil.  Jika memang betul calon bayinya terkena maka harus melakukan langkah penanganan agar dapat mempertahankan kehidupan yang lebih panjang untuk calon buah hati.
Pengobatan bagi penderita syndrome ini adalah dengan mengobati permasalahan utamanya, salah satunya yaitu dengan melakukan prosedur pembedahan yang bernama “Shunt” dan dipasangi alat tube khusus yang dipasang dikepala untuk mengalirkan cairan dari dalam otak untuk mengurangi tekanan intrakranial dan membantu mengontrol pembengkakan otak serta kepala. Disamping itu, sang ibu harus melakukan konsultasi rutin dengan pihak dokter genetik agar mengetahui perkembangan penyakit yang terjadi. Bagaimana jika sang anak dapat lahir dan bertahan hidup? Apa yang harus dilakukan?
       Upstation.id
(Adam Fabumi dengan selang penyalur cairan di kepala)
            Bersumber dari halaman page Facebook Tri Hartanti Wulandari (https://www.facebook.com/IdRareDisorders/posts/1815850972017868) adalah orang tua yang memiliki anak  syndrome DW namun  Alika sang anak dapat terus hidup dan bertahan. Alika yang terkena syndrom tidak berkepala besar karena satu bulan sebelum kelahiran sang ibu belajar dari literatur bahasa inggris, artikel dokter hingga bergabung di grup Facebook DWS Alliance. Setelah kelahiran alika, betul kepalanya tidak membesar namun harus dilakukan pembedahan untuk pemasangan  selang pintasan dari rongga cairan otak menuju rongga perut (VP SHUNT) karena cairan di kepalanya terus berproduksi.
      Berdasarkan pengalaman Ibu Tri Hartanti bahwa perjuangan tidak akan sia-sia. Masalah kehidupan dan kematian sudah ada yang mengurusnya, bagi semua orangtua yang mengalami hal yang sama memiliki anak syndrome DW teruslah berjuang melawan penyakitnya. Banyak mencari tau akan menambah pengetahuan dan melakukan langkah cepat untuk penanganan dan pencegahan.
1.      Trihono Ms. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013.
2.      Pedoman Klinis Pediatri Hal 205. Jakarta : EGC. 2005
3.      Volpe JJ. Neural tube formation and prosencephalic development. Dalam: Volpe JJ. Neurology of The Newborn. 5th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008.h.38-9