Syndrom
Pembawa Maut
Mengenal
Dandy Walker Syndrome sebagai
Pencegahan
Kematian Bayi
Sehat
merupakan suatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia karenanya dapat
menunjang setiap aktivitas. Kesehatan meliputi fisik dan non fisik, sehat tidak
berarti harus memiliki fisik yang sempurna. Banyak orang memiliki fisik yang
sempurna namun tetap mengalami sakit dan orang yang memiliki fisik kurang
sempurna justru memiliki kesehatan yang baik. Menurut UU Kesehatan No 23 tahun
1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dandy Walker Syndrome (DWS)
merupakan penyakit yang menyerang otak kecil manusia atau kelainan bawaan otak,
melibatkan otak kecil (daerah di belakang otak yang mengontrol gerakan) dan
ruangan berisi cairan di sekitarnya. DWS
dikatakan juga berhubungan dengan atresia dari foramen magendie dan
Luschka. Kelainan ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1914 oleh Dandy dan Blackfan.1,2
Insiden
DWS di Amerika Serikat adalah 1 kasus
per 25,000-35,000 kelahiran hidup, Dandy-Walker Syndrome menyumbang sekitar
1-4% kasus hidrosefalus. Insiden menurut jenis kelamin yang memiliki DWS adalah sekitar 40% perempuan dan
60% laki-laki. Sedangkan untuk angka kejadian kasus ini di Indonesia belum ada
data yang pasti.1
Adam
Fabumi merupakan salah satu contoh bayi yang terkena syndrom DW di Indonesia.
Karena penyakitnya jarang diderita oleh banyak orang maka pencegahan dan penanganan
penderita dirasa sulit, kalaupun dapat tertolong keadannya jauh dari kata
normal karena adanya cacat bawaan. Berangkat dari peristiwa inilah yang membuat
hati saya tergerak untuk membuat tulisan dengan tujuan mengenalkan penyakit DWS kepada
para orang tua sebagai pemenuhan kesehatan masyarakat dalam tujuan Suistainable Development Goals (SDGs)
2015-2030.
Sebagian
besar kasus Dandy Walker Syndrome
penyebabnya tidak diketahui secara pasti, meskipun ada beberapa kasus diketahui
akibat resesif autosomal gen. Autosomal resesif adalah gen abnormal pada salah
satu kromosom autosomal dari setiap orang tua. Sindrom ini paling sering bawaan
( hadir sejak lahir ) tetapi dapat diperoleh akibat infeksi, bahan kimia dan
faktor pre-birth lainnya. DWS dihasilkan dari kromosom anomali
atau faktor lingkungan.3 Faktor lingkungan yang terkait mencakup
paparan trimester pertama:
·
Rubella
atau campak yang dapat ditandai dengan warna ruam merah pada kulit. Biasanya
menyerang remaja dan anak-anak.
·
cytomegalovirus
(jenis virus herpes yang dapat melewati plasenta dan menginfeksi bayi yang
belum lahir)
·
toksoplasmosis
(penyakit umum yang terjadi di seluruh dunia pada kebanyakan burung dan mamalia
berdarah panas , termasuk manusia . Hal ini disebabkan oleh infeksi toxoplasma
gondii, salah satu parasit dunia yang paling umum, yang terkandung dalam daging
setengah matang, daging mentah, kotoran kucing dan setiap tanah atau kotoran
kucing yang terkontaminasi dengan kotoran kucing yang terinfeksi)
·
Warfarin
(antikoagulan).
·
Alkohol
Dalam
memastikan bahwa kehamilan seorang ibu terbebas dari Syndrom DW harus dilakukan pemeriksaan sejak dini. Jika ibu merasa terjadi
keanehan terutama dalam “Trimester Pertama”
maka segera periksakan ke dokter untuk mengonsultasikan lebih lanjut
sehingga calon orang tua mengetahui secara pasti bahwa bukan penyakit Syndrome DW yang menyerang. Memang
sangat sulit untuk mengetahui bahwa betul-betul terkena syndrome, karena dari
beberapa kasus yang telah terjadi para ibu tidak merasakan apapun. Namun, dapat
kita ketahui ciri-ciri lainnya yaitu bayi memiliki bobot yang kecil. Jika memang betul calon bayinya terkena maka
harus melakukan langkah penanganan agar dapat mempertahankan kehidupan yang
lebih panjang untuk calon buah hati.
Pengobatan bagi
penderita syndrome ini adalah dengan mengobati permasalahan utamanya, salah
satunya yaitu dengan melakukan prosedur pembedahan yang bernama “Shunt” dan
dipasangi alat tube khusus yang dipasang dikepala untuk mengalirkan cairan dari
dalam otak untuk mengurangi tekanan intrakranial dan membantu mengontrol
pembengkakan otak serta kepala. Disamping itu, sang ibu harus melakukan
konsultasi rutin dengan pihak dokter genetik agar mengetahui perkembangan
penyakit yang terjadi. Bagaimana jika sang anak dapat lahir dan bertahan hidup?
Apa yang harus dilakukan?
Upstation.id
(Adam Fabumi
dengan selang penyalur cairan di kepala)
Bersumber dari halaman page Facebook
Tri Hartanti Wulandari (https://www.facebook.com/IdRareDisorders/posts/1815850972017868)
adalah orang tua yang memiliki anak syndrome DW namun Alika sang anak dapat terus hidup dan
bertahan. Alika yang terkena syndrom tidak berkepala besar karena satu bulan
sebelum kelahiran sang ibu belajar dari literatur bahasa inggris, artikel
dokter hingga bergabung di grup Facebook DWS
Alliance. Setelah kelahiran alika, betul kepalanya tidak membesar namun harus
dilakukan pembedahan untuk pemasangan selang
pintasan dari rongga cairan otak menuju rongga perut (VP SHUNT) karena cairan di kepalanya terus berproduksi.
Berdasarkan pengalaman Ibu Tri Hartanti
bahwa perjuangan tidak akan sia-sia. Masalah kehidupan dan kematian sudah ada
yang mengurusnya, bagi semua orangtua yang mengalami hal yang sama memiliki
anak syndrome DW teruslah berjuang
melawan penyakitnya. Banyak mencari tau akan menambah pengetahuan dan melakukan
langkah cepat untuk penanganan dan pencegahan.
1.
Trihono Ms. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013.
2.
Pedoman Klinis
Pediatri Hal 205. Jakarta : EGC. 2005
3.
Volpe JJ. Neural
tube formation and prosencephalic development. Dalam: Volpe JJ. Neurology of
The Newborn. 5th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008.h.38-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar